Pengantar
Sejarah perkembangan filsafat maupun teologi ditandai dengan adanya
pencarian dan pembuktian adanya Pengada tertinggi yang memberi penerangan
kepada ciptaan. Ada begitu banyak teori atau aliran yang mewarnai perkembangan dunia pengetahuan sebagai pencapaian cara kerja
akal budi manusia. Kemajuan itu mempengaruhi kehidupan masyarakat di dunia
melalui cara berpikir yang logis untuk memahami sesuatu.
Seni untuk membuktikan dan menyingkapkan perpaduan antara teologi dan
filsafat ialah Thomas Aquinas yang hidup pada abad pertengahan, yang
dipengaruhi oleh pemikiran Aristoteles dan Agustinus (antara filsafat dan
teologi). Perpaduan ajaran Aristoteles dan Kristiani bukanlah sesederhana yang
dapat dibayangkan melainkan suatu usaha dalam keketatan pemikiran untuk
memahami konsep dunia sebagai totalitas segala sesuatu yang bagi Aristoteles
alam semesta tidak memiliki awal dan akhir yang justru sangat bertentangan
dengan ajaran Kristiani. Thomas Aquinas merupakan filsuf dan teolog yang teguh dan sangat pandai menyatukan bidang teologi dan filsafat
untuk membuktikan eksistensi Penyebab
utama. Ia memberikan pencerahan tentang hubungan Allah
dengan ciptaan, dan membedakan antara pengetahuan dan keimanan manusia.
Melalui kajian ini, saya mencoba menggali
perkembangan pemikiran abad pertengahan dalam memahami hubungan dan relasi
antara Allah sebagai Penyebab utama dengan ciptaan-Nya; dengan mengkaji
pemikiran yang diutarakan oleh Thomas Aquinas, filsuf dan teolog Kristen tentang penciptaan
menurut ajaran Kristiani, yakni gagasan creatio ex nihilo (penciptaan
dari ketiadaan). Untuk lebih memperdalam penulisan, saya akan menjelaskan
hidup dan karya Thomas Aquinas yang dipengaruhi oleh beberapa tokoh sezamannya,
konsep keberadaan Allah, kosmologi dalam kacamata pemikiran Aquinas, hubungan antara Allah dengan ciptaan, dan tujuan
alam diciptakan. Untuk lebih jelas konsep Thomas, saya akan menguraikannya pada
bagian berikut ini.
Siapakah Thomas Aquinas?
Thomas Aquinas (1225-1274)
ialah seorang imam Dominikan yang hidup pada puncak zaman Skolastik, filsuf dan juga
teolog abad pertengahan, ia terkenal dengan interpretasinya terhadap karya
Aristoteles, mengkaji dan memaknainya dengan teliti. Ia lahir Roccasecca,
Napoli (Italia) tahun 1225.[1] Pada tahun 1239, ia melanjutkan studinya di Universitas, Napoli. Di
sanalah ia mempelajari filsafat alam dan berkenalan dengan karya-karya
Aristoteles. Tahun 1257, Thomas dikukuhkan menjadi magister Teologi dari
universitasnya dan mengajar beberapa universitas di Roma, Paris dan Napoli, Italia. Aquinas
seorang pribadi intelektual yang amat unik karena berhasil mengawinkan kesucian
spiritual (iman) dengan intelek (akal budi).
Di bawah bimbingan Albertus
Magnus, ia mempelajari karya Arisoteles dalam buku tafsir tentang filsafat Aristoteles. Selain itu, pemahamannya tentang spiritualitas diuraikan
dibuku-buku tafsir Kitab Suci yang seluruhnya terangkum dalam buku Summa contra gentiles dan buku Summa Theologiae yang merupakan
sistematisasi teologi sempurna dengan tujuan sebagai pegangan untuk mengajar
orang sederhana.[2] Lebih lanjut, komentar Thomas terhadap karya Aristoteles sangat penting
dalam perkembangan sejarah filsafat yang mana mampu memberi penekanan pada
prinsip-prinsip yang bersumber dari Aristoteles sendiri.
Pengaruh filsafat Aristoteles sangat
dirasakan terhadap perkembangan pemikirannya tentang pengada. Bagi Aristoteles
semua yang ada harus bertalian dengan suatu titik pusat, yakni sesuatu yang ada
secara definitif tanpa arti ganda dan untuk menyatakan bahwa sesuatu
bereksistensi, tetapi semua itu baru berarti jika bertalian dengan pengada yang
primer.[3] Bagi
Aristoteles hal itu diistilahkan sebagai pengada yang secara fundamental
menjadi titik tolak untuk setiap percakapan tentang segala sesuatu yang ada,
atau yang dikatakannya sebagai “substansi”. Untuk memahami bagaimana
menjelaskan tentang substansi primer yang digagas oleh Aristoteles, Johanis Ohoitimur
mendefinisikannya sebagai substannsi primer yang dapat menjadi subjek,bersifat
individual dan dapat bereksistensi secara independen, yaitu substansi primer
mempunyai identitas sendiri. [4]
Dalam komentar terhadap Aristoteles, Aquinas
memberi penekanan dalam memahami filsafat. Tetapi, Thomas menerangkannya dengan
latar belakang iman Kristiani. Pengakuan ini mengandaikan bahwa filsafat yang
telah dibangun Aristoteles mendapat pengaruh yang signifikan dalam memahami eksistensi pemikirannya.
Konsep Keberadaan Allah
Dalam
pandangannya tentang Allah, Thomas mengajarkan bahwa Allah adalah "Pengada yang tak terbatas" yang mempunyai
keadaan paling tinggi. Allah adalah penggerak yang tidak bergerak. Baginya,
adanya Allah tidak dapat dikenal secara langsung oleh rasio, tetapi hanya
melalui ciptaan-Nya. Dalam menjelaskan adanya Allah ini, ia membuktikan
melalui lima jalan (Quinque Viae) dalam
bukunya Summa Theologiae. Menurutnya eksistensi Allah
dapat diketahui melalui pendekatan akal budi.
“Pertama, argumen penggerak yang tidak digerakkan.kedua, argumen sebab pertama yang bersandar pada kemustahilan
regresi yang tak terhingga. Ketiga,
pasti adalah sumber tertinggi dari semua keniscayaan; Keempat, kita melihat bagaimana macam kesempurnaan di dunia,
karenanya pasti ada sumber kesempurnaan yang sepenuhnya sempurna. Kelima, kita menemukan benda-benda tak
bernyawa yang bertujuan, sehingga pasti ada wujud dibalik benda-benda tersebut,
karena hanya wujud yang hidup yang mempunyai tujuan internal.” [5]
Uraian di atas merupakan konsep Thomas untuk mengetahui bahwa ada suatu
tokoh (Pengada) yang menyebabkan adanya segala sesuatu, Pengada/actus, yaitu Allah. Pendasaran argumen ini, dijelaskan pada prinsip kausalitas yang
dipahaminya sebagai prinsip pertama yang menjadi sebab (causa) tertinggi dari berbagai gejala alamiah-dasariah. Allah
dipandang sebagai satu-satunya sumber keberadaan dari semua yang ada yang
secara radikal ontologis berbeda dengan ciptaan-Nya. Sebab, Allah adalah tujuan
segenap ciptaan. Oleh karena itu, Allah menciptakan alam semesta sebagai akibat
dari kehendak bebas-Nya.
Dalam memahami keberadaan Allah, Thomas berbeda dengan Aristoteles yang
menunjukkan eksistensi dari penyebab utama. Bagi Aristoteles, ekistensi
diasumsikan sebagai penyebab sebagai gerak saja, sedangkan Thomas menerangkan
eksistensi itu justru merupakan efisien dari eksistensi. Sehingga, keberadaan
Allah diamatinya dari kaca mata iman bahwa Allah adalah sumber segala ciptaan.
Kosmologi dalam Kacamata Pemikiran Thomas Aquinas
Filsafat Thomas Aquinas sangat
berkaitan dengan teologi Kristiani. Dalam
pengakuannya, ia menekankan bahwa
disamping kebenaran wahyu juga terdapat kebenaran akal budi. Menurutnya, ada
pengetahuan yang tidak dapat ditembus oleh akal; dan untuk itulah manusia membutuhkan
sesuatu yang meyakinkan dirinya untuk mengenal dan memahami pengetahuan itu
melalui iman. Iman inilah yang mampu memecahkan misteri untuk menggapai pengetahuan sehingga manusia memiliki pemahaman
terhadapnya yang ditangkap melalui akalnya sendiri. Dengan Imannya, manusia dapat memahami keberadaan Allah
sebagai Pencipta segala sesuatu. Allah
telah menjadikan alam semesta (Ibrani 1:2). Selain itu, saya hendak menunjukkan
bahwa Allah sebagai Pengada tertinggi bagi alam semeseta dan ditunjukkan
melalui ungkapan dalam Ibrani 11:3.[6] Oleh karena itu, pemahaman
yang dihayati Thomas menemukan adanya Penyebab utama yang menjamin
keberlangsungan alam semesta.
Filsafat Thomas tentang kosmologi, biasa dipahami
sebagai teologi naturalis. Baginya, manusia dapat mengenal Allah melalui akal budi meskipun pengetahuan tentang Allah yang diperoleh tidak jelas tentang
eksistensi dan keberadaan Allah. Dengan akalnya, manusia sebagai
makhluk ciptaan dapat mengetahui bahwa Allah itu ada dengan sifat-sifat yang
dimiliki-Nya. Dalam argumennya tentang kekekalan dunia, Thomas sebagaimana
dipahami oleh Karlina Supelli bahwa Aquinas mau menunjukkan tidak ada
kontradiksi antara pernyataan dunia yang kekal sekaligus adalah ciptaan, tetapi
masalah utamanya ialah bukan persoalan permulaan temporal melainkan ketergantungan dunia asali
pada Allah.[7] Lebih
jelas konsep tentang permulaan itu pada akhirnya hanya dapat dipertahankan
melalui dan dalam iman.
Argumen tentang kosmos yang digagas oleh Thomas mendapat pengaruhnya
terhadap penghayatan keberadaan alam sebagai sesuatu yang ada.
Thomas melihat bahwa Allah sebagai dasar adanya
(esse) segala makhluk dengan
mengungkapkan bahwa “selama sesuatu ada, Allah harus hadir padanya,… Allah
harus hadir secara intim di dalam segala sesuatu dan menekankan bahwa kehadiran
kontinyu Pencipta bukan hanya memungkinkan makhluk untuk berada tetapi juga
untuk bertindak menurut otonominya sendiri.”[8]
Dari kajian di atas ada suatu penekanan bahwa ada
Pengada yang darinya segala susuatu hadir dalam alam semesta bahkan Sejak
alam semesta itu diatur oleh ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan oleh Pengada itu,
seluruh alam semesta diatur oleh akal yang berasal dari Allah sebagai sumber utama. Hukum Allah ini berada di atas segala- galanya yang mengatur semua tindakan
dan pergerakan. Akan tetapi, tidak seluruh
hukum dapat diperoleh dan dipahami oleh manusia. Sehingga, Thomas mengatakan alam tidak lain merupakan
partisipasi makhluk rasional dalam hukum abadi (eternal law), yaitu manusia
yang memiliki ciri berkesadaran, akal dan pikiran, penalaran dan tingkat
inteligensi yang dianugerahkan oleh Allah sendiri.
Dalam argumen creatio ex nihilo, ia menegaskan bahwa
kekuasaan Allah tidak terbatas dan tidak berhingga. Namun, hubungan dunia
dengan Tuhan, dunia tetaplah merupakan efek karena secara ontologis dunia
sepenuhnya bergantung kepada Allah. sehingga Allah mesti dipostulatkan sebagai
penyebab pertama. Problem tentang kebergantungan ciptaan pada Allah menunjukkan
bahwa alam merupakan cerminan dari Allah, hikmat yang dipandang sebagai dasar
kesuburan yang menghadirkan bentuk segala makhluk pada alam semesta.
Untuk mendukung
pemahaman tentang wilayah kosmologi ini, Sallie McFague menegaskan bahwa secara
kiasan seluruh alam semesta dipadang sebagai tubuh dari roh ilahi (the body of God). Lebih lanjut, McFague
mengungkapkan bahwa roh mampu untuk mencakup semua metafor dan serentak bisa
berkaitan dengan seluruh kosmos. Kiasan roh memungkinkan bahwa tidak
pertama-tama dipandang sebagai perancang dan pengatur semesta alam, tetapi
lebih sebagai sumber dan pemberi daya.[9]
Oleh karena itu, Allah dipandang sebagai pengada yang merupakan sumber
kehidupan dan daya vitalitas.
Antara Allah dan Alam Ciptaan
Aquinas memahami alam ciptaan dengan berpijak
pada Kitab Suci. Ia memberi pendasaran filsafatnya pada kisah penciptaan. Baginya, Allah
adalah pencipta alam semesta yang tidak hanya mengadakan alam semesta, tetapi
juga menyebabkannya berada secara terus-menerus. Keberadaan dan kelangsungan dunia/alam semesta justru tergantung penuh
pada Penyebab utama itu. Lebih lanjut, Aquinas
menegaskan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan (ex nihilo),
suatu penciptaan dari yang tidak ada/ Creatio ex nihilo. Ide ini
mengandaikan bahwa ciptaan pada hakekatnya bergantung pada Allah. Lebih jelas,
pemahaman tentang Creatio ex nihilo menunjukkan bahwa tanpa Allah tidak ada segala sesuatu.[10]
Dalam gagasan filosofis dan
religiusnya, Thomas dipengaruhi oleh Aristoteles dan Agustinus. Kedua tokoh ini
sangat menentukan bagaimana Thomas memahami realitas alam dan pemahaman antara
akal budi dengan iman kepada Allah. Melalui pendekatan dari pemikiran
Agustinus, Thomas menyajikan filsafatnya berdasarkan konsep iman dengan
mengungkapkan serasional mungkin sebagaimana gagasam Aristoteles sendiri.
Thomas mengakui bahwa kekuatan akal budi dalam mencapai kebenaran diperoleh
melalui iman, yaitu sesuatu yang diwahyukan oleh Allah.
Untuk
menjelaskan esensi dan eksistensi Allah, Thomas memahami bahwa pada substansi
yang esensinya berbeda dengan eksistensi, tidak mungkin esensi bagi penyebab
efisien bagi eksistensi. Oleh karena itu Allah dipandang oleh Thomas sebagai
justru dikenal sebagai penyebab efisien pertama dari segaa sesuatu.[11]
Sehingga, tidak mungkin pada Allah eksistensi berbeda dengan esensinya. Esensi
Allah mesti identik dengan eksistensiNya. Lebih lanjut, Thomas memaparkan
keberadaan Allah sebagai Pengada Murni, aktus mengada yang sempurna. Penekanan
keberadaan Allah sebagai penyebab utama, Thomas mengaktualisasikannya dengan mengungkapkan
bahwa Allah bukan hanya sekedar Penyebab pertama/ utama, tetapi Penyebab yang
juga merupakan jawaban terhadap berbagai pertanyaan “mengapa segala sesuatu itu
ada?”. Hal itu berarti, Allah bereksistensi menurut kodratNya dan hakekatNya. Allahlah yang bersifat sempurna,
tidak tebatas, dan sumber segala aktivitas.
Dalam menghubungkan penjelasan antara
Allah dengan ciptaan, Thomas menggunakan konsep yang telah diutarakan oleh
Aristoteles tentang bentuk sebagai titik tolak untuk memperdalam pengertian
tentang “ada”. Dalam memahami struktur materi dan bentuk tersebut, ia
menjelaskan pemikiran Aristoteles yang mengajarkan bahwa segala sesuatu yang
ada di dalam alam ini terdiri dari materi dan bentuk. [12] Lebih
lanjut Tjahjadi,
menerangkan bahwa materi adalah
substansi tidak sempurna yang masih merupakan kemungkinan yang kemudian menjadi
aktus. Sedangkan, bentuk ialah prinsip yang memberikan cara berada pada materi
sehingga mencapai aktus yang nyata. Untuk itu, Thomas menerangkan hubungan antara Allah dengan ciptaan
dengan mendasarkan pada pemahaman bahwa alam itu tidak terlepas dari Allah
sendiri. Sehingga, alam itu pada hakekatnya bergantung pada Allah, sebagai
Penyebab.
“Harus dikatakan bahwa setiap pengada, bagaimanapun caranya
bereksistensi, berasal dari Tuhan, dan apabila lepas dari Tuhan tidak satupun
pengada bereksistensi. Semua pengada dapat bereksistensi karena berpartisipasi
dalam Tuhan.[13]”
Hubungan antara
Allah dengan ciptaan menjadi jelas karena Allah yang mampu memberi daya kepada
ciptaan khususnya manusia, sehingga manusia dengan seluruh kegiatan bernalar
dan bebas yang diciptakan secara terus menerus oleh Allah dapat
bertanggungjawab terhadap keberadaannya. Thomas menunjukkan bahwa benda alamiah
berjalan menuju arah sasaran sebagai tujuan tertentu supaya mencapai hasil yang
baik. Oleh karena itu, ada suatu wujud berakal yang mengatasi dan melampaui
benda alamiah yang mengarah pada tujuannya, yaitu Allah.
Tujuan Alam Diciptakan
Pengakuan Thomas
tentang Penyebab utama yang mengadakan segala sesuatu mengandaikan bahwa
keberadaan alam itu tidak melulu diciptakan begitu saja melainkan ada sesuatu
tujuan (telos) dari keberadaan alam
tersebut. Thomas menunjukkan konsep ciptaan ini terlebih pada konsep
partisipasi di mana alam itu sangat tergantung pada Allah. Pengakuan itu mau
menegaskan bahwa partisipasi eksistensi itu pada hakikatnya menyatakan
kedekatan yang intensif antara Tuhan dan segala ciptaan-Nya.[14]
Pengakuan terhadap keberadaan Allah sebagai realitas tertinggi menegaskan
ciptaan itu diamati berdasarkan relasinya dengan sang Pencipta.
“Tuhan sama sekali
berada di luar tata dunia ciptaan, dan semua makhluk tunduk kepada-Nya, dan
bukan sebaliknya. Ciptaan-ciptaan benar-benar tergantung (really related) pada Tuhan sedangkan pada Tuhan tidak ada relasi
kodrati (no real related) kepada
makhluk ciptaan. Relasi Tuhan kepada ciptaan hanya merupakan suatu relasi logis
(relatio rationis), yakni relasi yang
dapat dimengerti atau yang masuk akal sebagai konsekuensi dari keyakinan bahwa
seluruh ciptaan selalu terarah kepada Tuhan sebagai Pencipta”[15]
Pemahaman itu menjadi lebih jelas karena tujuan ciptaan itu
dilihat berdasarkan relasi yang
riil. Relasi yang dibangun itu
menunjukkan bahwa ciptaan mau mengakui kemuliaan Allah yang terletak dalam
komunikasi kebaikan. Oleh karena itu, kebaikan Allah mesti dijaga olec ciptaan
dan menerapkan kepada yang lain demi terwujudnya kebaikan yang menjadi kekhasan
Allah itu.
Penutup
Menurut sejarah
perkembangan dunia dan pengetahuan, abad pertengahan merupakan masa di mana perkembangan pengetahuan di
dunia Barat berkembang cukup baik.
Tetapi masa itu,
pengetahuan menglami masa suram. Dalam keadaan seperti ini, Thomass Aquinas
hadir sebagai pencerah untuk memperdalam pengetahuan
tentang filsafat dan teologi. Kaidah filosofis dan teologis yang diyakininya, merujuk pada pemaknaan tentang realitas Allah dengan alam. Pemikirannya didasari oleh prinsip dan teori Aristoteles.
Selain itu, ia dalam mencetuskan pemikirannya tidak terlepas dari pengaruh pengetahuan yang ia peroleh melalui karya
Augustinus dan pelajaran dari Albertus Magnus.
Dalam pemikirannya, Thomas mengkaji
Penyebab yang mengadakan segala sesuatu serta hubungannya dengan penyebab lain
melalui keyakinannya. Ia menegaskan bahwa kaitan antara Penyebab utama dengan
alam ciptaan ialah adanya sebuah relasi riil. Relasi ini ada karena pada
hakekatnya alam itu bergantung sepenuhnya pada Allah. Allah dipandangnya
sebagai Pencipta segala sesuatu.
Daftar Isi
Harun,
Martin. Allah Para Ekoteolog. dalam Dunia Manusia dan Tuhan Antologi
Pencerahan Filsafat dan Teologi. Editor J. Sudarminto dan S.P. Lili Tjahjadi.
Yogyakarta: Kanisius. 2008.
Heuken, A. Ensiklopedi Gereja.
Vol. IV. Ph-To. Jakarta: Cipta Loka Caraka. 1994.
Lembaga Biblika. Alkitab Deuterokanonika.
Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia. 1976.
Ohoitimur, Johanis. Metafisika
sebagai Hermeneutika. Jakarta: Obor. 2006.
Russell,
Bertrand. Sejarah Filsafat Barat:
kaitannya dengan kondisi sosio-politik zaman kuno hingga sekarang. Entri
St. Thomas Aquinas. Penerjemah, Sigit Jatmiko, dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.
Supelli, Karlina. Thomas Aquinas. Diktat mata kuliah
kosmologi, dikirim, 30 November 2017.
Tjahjadi, Simon P. L. Petualangan Intelektual.
Yogyakarta: Kanisius. 2004.
ini nanti tulisannya em
BalasHapus