Rabu, 16 Januari 2019

PANDANGAN THOMAS AQUINAS TENTANG HUBUNGAN ALLAH DAN KOSMOLOGI


PANDANGAN THOMAS AQUINAS TENTANG HUBUNGAN ALLAH DAN KOSMOLOGI
 (SERVASIUS HARYONO)

Pengantar
Sejarah perkembangan filsafat maupun teologi ditandai dengan adanya pencarian dan pembuktian adanya Pengada tertinggi yang memberi penerangan kepada ciptaan. Ada begitu banyak teori atau aliran yang mewarnai perkembangan dunia pengetahuan sebagai pencapaian cara kerja akal budi manusia. Kemajuan itu mempengaruhi kehidupan masyarakat di dunia melalui cara berpikir yang logis untuk memahami sesuatu.
Seni untuk membuktikan dan menyingkapkan perpaduan antara teologi dan filsafat ialah Thomas Aquinas yang hidup pada abad pertengahan, yang dipengaruhi oleh pemikiran Aristoteles dan Agustinus (antara filsafat dan teologi). Perpaduan ajaran Aristoteles dan Kristiani bukanlah sesederhana yang dapat dibayangkan melainkan suatu usaha dalam keketatan pemikiran untuk memahami konsep dunia sebagai totalitas segala sesuatu yang bagi Aristoteles alam semesta tidak memiliki awal dan akhir yang justru sangat bertentangan dengan ajaran Kristiani. Thomas Aquinas merupakan filsuf dan teolog yang teguh dan sangat pandai menyatukan bidang teologi dan filsafat untuk membuktikan eksistensi Penyebab utama. Ia memberikan pencerahan tentang hubungan Allah dengan ciptaan, dan membedakan antara pengetahuan dan keimanan manusia.

Melalui kajian ini, saya mencoba menggali perkembangan pemikiran abad pertengahan dalam memahami hubungan dan relasi antara Allah sebagai Penyebab utama dengan ciptaan-Nya; dengan mengkaji pemikiran yang diutarakan oleh Thomas Aquinas, filsuf dan teolog Kristen tentang penciptaan menurut ajaran Kristiani, yakni gagasan creatio ex nihilo (penciptaan dari ketiadaan). Untuk lebih memperdalam penulisan, saya akan menjelaskan hidup dan karya Thomas Aquinas yang dipengaruhi oleh beberapa tokoh sezamannya, konsep keberadaan Allah, kosmologi dalam kacamata pemikiran Aquinas, hubungan antara Allah dengan ciptaan, dan tujuan alam diciptakan. Untuk lebih jelas konsep Thomas, saya akan menguraikannya pada bagian berikut ini.

Siapakah Thomas Aquinas?
Thomas Aquinas (1225-1274) ialah seorang imam Dominikan yang hidup pada puncak zaman Skolastik, filsuf dan juga teolog abad pertengahan, ia terkenal dengan interpretasinya terhadap karya Aristoteles, mengkaji dan memaknainya dengan teliti. Ia lahir Roccasecca, Napoli (Italia) tahun 1225.[1] Pada tahun 1239, ia melanjutkan studinya di Universitas, Napoli. Di sanalah ia mempelajari filsafat alam dan berkenalan dengan karya-karya Aristoteles. Tahun 1257, Thomas dikukuhkan menjadi magister Teologi dari universitasnya dan mengajar beberapa universitas di Roma, Paris dan Napoli, Italia. Aquinas seorang pribadi intelektual yang amat unik karena berhasil mengawinkan kesucian spiritual (iman) dengan intelek (akal budi).
Di bawah bimbingan Albertus Magnus, ia mempelajari karya Arisoteles dalam buku tafsir tentang filsafat Aristoteles. Selain itu, pemahamannya tentang spiritualitas diuraikan dibuku-buku tafsir Kitab Suci yang seluruhnya terangkum dalam buku Summa contra gentiles dan buku Summa Theologiae yang merupakan sistematisasi teologi sempurna dengan tujuan sebagai pegangan untuk mengajar orang sederhana.[2] Lebih lanjut, komentar Thomas terhadap karya Aristoteles sangat penting dalam perkembangan sejarah filsafat yang mana mampu memberi penekanan pada prinsip-prinsip yang bersumber dari Aristoteles sendiri.
Pengaruh filsafat Aristoteles sangat dirasakan terhadap perkembangan pemikirannya tentang pengada. Bagi Aristoteles semua yang ada harus bertalian dengan suatu titik pusat, yakni sesuatu yang ada secara definitif tanpa arti ganda dan untuk menyatakan bahwa sesuatu bereksistensi, tetapi semua itu baru berarti jika bertalian dengan pengada yang primer.[3] Bagi Aristoteles hal itu diistilahkan sebagai pengada yang secara fundamental menjadi titik tolak untuk setiap percakapan tentang segala sesuatu yang ada, atau yang dikatakannya sebagai “substansi”. Untuk memahami bagaimana menjelaskan tentang substansi primer yang digagas oleh Aristoteles, Johanis Ohoitimur mendefinisikannya sebagai substannsi primer yang dapat menjadi subjek,bersifat individual dan dapat bereksistensi secara independen, yaitu substansi primer mempunyai identitas sendiri. [4]
Dalam komentar terhadap Aristoteles, Aquinas memberi penekanan dalam memahami filsafat. Tetapi, Thomas menerangkannya dengan latar belakang iman Kristiani. Pengakuan ini mengandaikan bahwa filsafat yang telah dibangun Aristoteles mendapat pengaruh yang signifikan dalam  memahami eksistensi  pemikirannya.
Konsep Keberadaan Allah
Dalam pandangannya tentang Allah, Thomas mengajarkan bahwa Allah adalah  "Pengada yang tak terbatas" yang mempunyai keadaan paling tinggi. Allah adalah penggerak yang tidak bergerak. Baginya, adanya Allah tidak dapat dikenal secara langsung oleh rasio, tetapi hanya melalui ciptaan-Nya. Dalam menjelaskan adanya Allah ini, ia membuktikan melalui lima jalan (Quinque Viae) dalam bukunya Summa Theologiae. Menurutnya eksistensi Allah dapat diketahui melalui pendekatan akal budi.
Pertama, argumen penggerak yang tidak digerakkan.kedua, argumen sebab pertama yang bersandar pada kemustahilan regresi yang tak terhingga. Ketiga, pasti adalah sumber tertinggi dari semua keniscayaan; Keempat, kita melihat bagaimana macam kesempurnaan di dunia, karenanya pasti ada sumber kesempurnaan yang sepenuhnya sempurna. Kelima, kita menemukan benda-benda tak bernyawa yang bertujuan, sehingga pasti ada wujud dibalik benda-benda tersebut, karena hanya wujud yang hidup yang mempunyai tujuan internal. [5]

Uraian di atas merupakan konsep Thomas untuk mengetahui bahwa ada suatu tokoh (Pengada) yang menyebabkan adanya segala sesuatu, Pengada/actus, yaitu Allah. Pendasaran argumen ini, dijelaskan pada prinsip kausalitas yang dipahaminya sebagai prinsip pertama yang menjadi sebab (causa) tertinggi dari berbagai gejala alamiah-dasariah. Allah dipandang sebagai satu-satunya sumber keberadaan dari semua yang ada yang secara radikal ontologis berbeda dengan ciptaan-Nya. Sebab, Allah adalah tujuan segenap ciptaan. Oleh karena itu, Allah menciptakan alam semesta sebagai akibat dari kehendak bebas-Nya.   
Dalam memahami keberadaan Allah, Thomas berbeda dengan Aristoteles yang menunjukkan eksistensi dari penyebab utama. Bagi Aristoteles, ekistensi diasumsikan sebagai penyebab sebagai gerak saja, sedangkan Thomas menerangkan eksistensi itu justru merupakan efisien dari eksistensi. Sehingga, keberadaan Allah diamatinya dari kaca mata iman bahwa Allah adalah sumber segala ciptaan.

Kosmologi dalam Kacamata Pemikiran Thomas Aquinas  
            Filsafat Thomas Aquinas sangat berkaitan dengan teologi Kristiani. Dalam pengakuannya, ia menekankan bahwa disamping kebenaran wahyu juga terdapat kebenaran akal budi. Menurutnya, ada pengetahuan yang tidak dapat ditembus oleh akal; dan untuk itulah manusia membutuhkan sesuatu yang meyakinkan dirinya untuk mengenal dan memahami pengetahuan itu melalui iman. Iman inilah yang mampu memecahkan misteri untuk menggapai pengetahuan sehingga manusia memiliki pemahaman terhadapnya yang ditangkap melalui akalnya sendiri. Dengan Imannya, manusia dapat memahami keberadaan Allah sebagai Pencipta segala sesuatu. Allah telah menjadikan alam semesta (Ibrani 1:2). Selain itu, saya hendak menunjukkan bahwa Allah sebagai Pengada tertinggi bagi alam semeseta dan ditunjukkan melalui ungkapan dalam Ibrani 11:3.[6] Oleh karena itu, pemahaman yang dihayati Thomas menemukan adanya Penyebab utama yang menjamin keberlangsungan alam semesta.
Filsafat Thomas tentang kosmologi, biasa dipahami sebagai teologi naturalis. Baginya, manusia dapat mengenal Allah melalui akal budi meskipun pengetahuan tentang Allah yang diperoleh tidak jelas tentang eksistensi dan keberadaan Allah. Dengan akalnya, manusia sebagai makhluk ciptaan dapat mengetahui bahwa Allah itu ada dengan sifat-sifat yang dimiliki-Nya. Dalam argumennya tentang kekekalan dunia, Thomas sebagaimana dipahami oleh Karlina Supelli bahwa Aquinas mau menunjukkan tidak ada kontradiksi antara pernyataan dunia yang kekal sekaligus adalah ciptaan, tetapi masalah utamanya ialah bukan persoalan permulaan  temporal melainkan ketergantungan dunia asali pada Allah.[7] Lebih jelas konsep tentang permulaan itu pada akhirnya hanya dapat dipertahankan melalui dan dalam iman.
            Argumen tentang kosmos yang digagas oleh Thomas mendapat pengaruhnya terhadap penghayatan keberadaan alam sebagai sesuatu yang ada.
Thomas melihat bahwa Allah sebagai dasar adanya (esse) segala makhluk dengan mengungkapkan bahwa “selama sesuatu ada, Allah harus hadir padanya,… Allah harus hadir secara intim di dalam segala sesuatu dan menekankan bahwa kehadiran kontinyu Pencipta bukan hanya memungkinkan makhluk untuk berada tetapi juga untuk bertindak menurut otonominya sendiri.”[8]

Dari kajian di atas ada suatu penekanan bahwa ada Pengada yang darinya segala susuatu hadir dalam alam semesta bahkan Sejak  alam semesta itu diatur oleh ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Pengada itu, seluruh alam semesta diatur oleh akal yang berasal dari Allah sebagai sumber utama. Hukum Allah ini berada di atas segala- galanya yang mengatur semua tindakan dan pergerakan. Akan tetapi, tidak seluruh hukum dapat diperoleh dan dipahami oleh manusia. Sehingga, Thomas mengatakan alam tidak lain merupakan partisipasi makhluk rasional dalam hukum abadi (eternal law), yaitu manusia yang memiliki ciri berkesadaran, akal dan pikiran, penalaran dan tingkat inteligensi yang dianugerahkan oleh Allah sendiri.  
Dalam argumen creatio ex nihilo, ia menegaskan bahwa kekuasaan Allah tidak terbatas dan tidak berhingga. Namun, hubungan dunia dengan Tuhan, dunia tetaplah merupakan efek karena secara ontologis dunia sepenuhnya bergantung kepada Allah. sehingga Allah mesti dipostulatkan sebagai penyebab pertama. Problem tentang kebergantungan ciptaan pada Allah menunjukkan bahwa alam merupakan cerminan dari Allah, hikmat yang dipandang sebagai dasar kesuburan yang menghadirkan bentuk segala makhluk pada alam semesta.
Untuk mendukung pemahaman tentang wilayah kosmologi ini, Sallie McFague menegaskan bahwa secara kiasan seluruh alam semesta dipadang sebagai tubuh dari roh ilahi (the body of God). Lebih lanjut, McFague mengungkapkan bahwa roh mampu untuk mencakup semua metafor dan serentak bisa berkaitan dengan seluruh kosmos. Kiasan roh memungkinkan bahwa tidak pertama-tama dipandang sebagai perancang dan pengatur semesta alam, tetapi lebih sebagai sumber dan pemberi daya.[9] Oleh karena itu, Allah dipandang sebagai pengada yang merupakan sumber kehidupan dan daya vitalitas. 

Antara Allah dan Alam Ciptaan
Aquinas memahami alam ciptaan dengan berpijak pada Kitab Suci. Ia memberi pendasaran filsafatnya pada kisah penciptaan. Baginya, Allah adalah pencipta alam semesta yang tidak hanya mengadakan alam semesta, tetapi juga menyebabkannya berada secara terus-menerus. Keberadaan dan kelangsungan dunia/alam semesta justru tergantung penuh pada Penyebab utama itu. Lebih lanjut, Aquinas menegaskan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan (ex nihilo), suatu penciptaan dari yang tidak ada/ Creatio ex nihilo. Ide ini mengandaikan bahwa ciptaan pada hakekatnya bergantung pada Allah. Lebih jelas, pemahaman tentang Creatio ex nihilo menunjukkan bahwa tanpa Allah tidak ada segala sesuatu.[10]
Dalam gagasan filosofis dan religiusnya, Thomas dipengaruhi oleh Aristoteles dan Agustinus. Kedua tokoh ini sangat menentukan bagaimana Thomas memahami realitas alam dan pemahaman antara akal budi dengan iman kepada Allah. Melalui pendekatan dari pemikiran Agustinus, Thomas menyajikan filsafatnya berdasarkan konsep iman dengan mengungkapkan serasional mungkin sebagaimana gagasam Aristoteles sendiri. Thomas mengakui bahwa kekuatan akal budi dalam mencapai kebenaran diperoleh melalui iman, yaitu sesuatu yang diwahyukan oleh Allah.
Untuk menjelaskan esensi dan eksistensi Allah, Thomas memahami bahwa pada substansi yang esensinya berbeda dengan eksistensi, tidak mungkin esensi bagi penyebab efisien bagi eksistensi. Oleh karena itu Allah dipandang oleh Thomas sebagai justru dikenal sebagai penyebab efisien pertama dari segaa sesuatu.[11] Sehingga, tidak mungkin pada Allah eksistensi berbeda dengan esensinya. Esensi Allah mesti identik dengan eksistensiNya. Lebih lanjut, Thomas memaparkan keberadaan Allah sebagai Pengada Murni, aktus mengada yang sempurna. Penekanan keberadaan Allah sebagai penyebab utama, Thomas mengaktualisasikannya dengan mengungkapkan bahwa Allah bukan hanya sekedar Penyebab pertama/ utama, tetapi Penyebab yang juga merupakan jawaban terhadap berbagai pertanyaan “mengapa segala sesuatu itu ada?”. Hal itu berarti, Allah bereksistensi menurut kodratNya  dan hakekatNya. Allahlah yang bersifat sempurna, tidak tebatas, dan sumber segala aktivitas. 
Dalam menghubungkan penjelasan antara Allah dengan ciptaan, Thomas menggunakan konsep yang telah diutarakan oleh Aristoteles tentang bentuk sebagai titik tolak untuk memperdalam pengertian tentang “ada”. Dalam memahami struktur materi dan bentuk tersebut, ia menjelaskan pemikiran Aristoteles yang mengajarkan bahwa segala sesuatu yang ada di dalam alam ini terdiri dari materi dan bentuk. [12] Lebih lanjut Tjahjadi, menerangkan bahwa materi adalah substansi tidak sempurna yang masih merupakan kemungkinan yang kemudian menjadi aktus. Sedangkan, bentuk ialah prinsip yang memberikan cara berada pada materi sehingga mencapai aktus yang nyata. Untuk itu, Thomas menerangkan hubungan antara Allah dengan ciptaan dengan mendasarkan pada pemahaman bahwa alam itu tidak terlepas dari Allah sendiri. Sehingga, alam itu pada hakekatnya bergantung pada Allah, sebagai Penyebab.
Harus dikatakan bahwa setiap pengada, bagaimanapun caranya bereksistensi, berasal dari Tuhan, dan apabila lepas dari Tuhan tidak satupun pengada bereksistensi. Semua pengada dapat bereksistensi karena berpartisipasi dalam Tuhan.[13]

Hubungan antara Allah dengan ciptaan menjadi jelas karena Allah yang mampu memberi daya kepada ciptaan khususnya manusia, sehingga manusia dengan seluruh kegiatan bernalar dan bebas yang diciptakan secara terus menerus oleh Allah dapat bertanggungjawab terhadap keberadaannya. Thomas menunjukkan bahwa benda alamiah berjalan menuju arah sasaran sebagai tujuan tertentu supaya mencapai hasil yang baik. Oleh karena itu, ada suatu wujud berakal yang mengatasi dan melampaui benda alamiah yang mengarah pada tujuannya, yaitu Allah.  
Tujuan Alam Diciptakan
            Pengakuan Thomas tentang Penyebab utama yang mengadakan segala sesuatu mengandaikan bahwa keberadaan alam itu tidak melulu diciptakan begitu saja melainkan ada sesuatu tujuan (telos) dari keberadaan alam tersebut. Thomas menunjukkan konsep ciptaan ini terlebih pada konsep partisipasi di mana alam itu sangat tergantung pada Allah. Pengakuan itu mau menegaskan bahwa partisipasi eksistensi itu pada hakikatnya menyatakan kedekatan yang intensif antara Tuhan dan segala ciptaan-Nya.[14] Pengakuan terhadap keberadaan Allah sebagai realitas tertinggi menegaskan ciptaan itu diamati berdasarkan relasinya dengan sang Pencipta.
Tuhan sama sekali berada di luar tata dunia ciptaan, dan semua makhluk tunduk kepada-Nya, dan bukan sebaliknya. Ciptaan-ciptaan benar-benar tergantung (really related) pada Tuhan sedangkan pada Tuhan tidak ada relasi kodrati (no real related) kepada makhluk ciptaan. Relasi Tuhan kepada ciptaan hanya merupakan suatu relasi logis (relatio rationis), yakni relasi yang dapat dimengerti atau yang masuk akal sebagai konsekuensi dari keyakinan bahwa seluruh ciptaan selalu terarah kepada Tuhan sebagai Pencipta”[15]

            Pemahaman itu menjadi lebih jelas karena tujuan ciptaan itu dilihat berdasarkan relasi  yang riil.  Relasi yang dibangun itu menunjukkan bahwa ciptaan mau mengakui kemuliaan Allah yang terletak dalam komunikasi kebaikan. Oleh karena itu, kebaikan Allah mesti dijaga olec ciptaan dan menerapkan kepada yang lain demi terwujudnya kebaikan yang menjadi kekhasan Allah itu.  

Penutup
            Menurut sejarah perkembangan dunia dan pengetahuan, abad pertengahan merupakan masa di mana perkembangan pengetahuan di dunia Barat berkembang cukup baik. Tetapi masa itu, pengetahuan menglami masa suram. Dalam keadaan seperti ini, Thomass Aquinas hadir sebagai pencerah untuk memperdalam pengetahuan tentang filsafat dan teologi. Kaidah filosofis dan teologis yang diyakininya, merujuk pada pemaknaan tentang realitas Allah dengan alam. Pemikirannya didasari oleh prinsip dan teori Aristoteles. Selain itu, ia dalam mencetuskan pemikirannya tidak terlepas dari pengaruh pengetahuan yang ia peroleh melalui karya Augustinus dan pelajaran dari Albertus Magnus.
            Dalam pemikirannya, Thomas mengkaji Penyebab yang mengadakan segala sesuatu serta hubungannya dengan penyebab lain melalui keyakinannya. Ia menegaskan bahwa kaitan antara Penyebab utama dengan alam ciptaan ialah adanya sebuah relasi riil. Relasi ini ada karena pada hakekatnya alam itu bergantung sepenuhnya pada Allah. Allah dipandangnya sebagai Pencipta segala sesuatu.

Daftar Isi
Harun, Martin. Allah Para Ekoteolog.  dalam Dunia Manusia dan Tuhan Antologi Pencerahan Filsafat dan Teologi. Editor J. Sudarminto dan S.P. Lili Tjahjadi. Yogyakarta: Kanisius. 2008.
Heuken, A. Ensiklopedi Gereja. Vol. IV. Ph-To. Jakarta: Cipta Loka Caraka. 1994.
Lembaga Biblika. Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia. 1976.
Ohoitimur, Johanis. Metafisika sebagai Hermeneutika. Jakarta: Obor. 2006.  
Russell, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat: kaitannya dengan kondisi sosio-politik zaman kuno hingga sekarang. Entri St. Thomas Aquinas. Penerjemah, Sigit Jatmiko, dkk.  Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.
Supelli, Karlina. Thomas Aquinas. Diktat mata kuliah kosmologi, dikirim, 30 November 2017.
Tjahjadi, Simon P. L.  Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. 2004.

1 komentar:

Love Without Someone

  Karena waktuku yang terlalu lama,  ataukah kerinduan yang terlalu dalam  semua dirasakan pada tangisan  yang tak pantas untuk diukur. Hati...