Kriteria Pertukaran Sinonim Berdasarkan Analitisitas W. V. Quine
Servasius Haryono
Filsafat Analitik
Kemampuan dipertukarkan ialah persoalan
yang dialami Quine dalam menganalisis dan menyelidiki dinamika pengertian sinonim
yang hendak dianalisisnya. Lebih jauh dari proses mencari dasar dari interchangeability[1]
masih terus digali lebih dalam oleh Quine sebagai esensi melalui penjelasan
tentang sinonim.
Quine menekankan bahwa penjelasan untuk
menemukan problem tentang sinonim meski mengandaikan dengan memahami analitisitas dalam
kerangka mencari bagaimana interchangeability
itu dapat digali secara logis dan benar. Oleh karena itu, agar dapat menemukan bagaimana
analitisitas lewat sinonim itu dapat diuraikan dengan berbagai
jalan yang diandaikan dapat memecahkannya, di sinilah dapat diperjelas ketika
analitisitas itu sudah jelas untuk diterima dan dianalisis.
Problem Interchangeability
Pendasaran penjelasan tentang sinonim
yang dikemukakan dan diselidiki Quine mengarah dan memusatkan perhatiannya pada
kemampuan dipertukarkan (interchangeability). Secara lebih
mendalam Quine memahaminya melalui istilah yang digunakan oleh Liebniz, yaitu
kemampuan dipertukarkan salva veritate (interchangeability salva veritate) sebagai
kemampuan dipertukarkan yang dapat berlaku pada semua konteks tanpa menyebabkan
perubahan dalam nilai kebenarannya. Bagi Quine pemakaian istilah itu masih
dapat dipertanyakan bagaimana mungkin kemampuan dipertukarkan itu dapat menjadi
sebuah persyaratan yang memadai terhadap dua kata yang dapat disebut sebagai
sinonim.
Persoalan sinonim semacam inilah yang
masih digali lebih dalam oleh Quine, yaitu apakah dua kata yang dianggap
sinonim itu justru mampu untuk dipertukarkan. Jika ya, nampaknya jawaban ini
justru mengakibatkan suatu permasalahan. Sebagaimana biasa digunakan Quine
tentang kata bachelor dan unmarried man yang biasanya disebut sinonim,
tetapi dua kata tersebut justru tidak dapat saling dipertukarkan di segala
kesempatan.
Seandainya analisis dipertukarkan ini
ada dalam sebuah pernyataan “Yewen is a
bachelor”. Terlihat dari kata bachelor
memang dapat diganti dengan unmarried man
tanpa mengalih atau mengubah kebenaran yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi,
bila pernyataan itu “Yewen is a bachelor
of art,” maka kata “bachelor” di
sini tentu tidak dapat diubah menjadi unmarried
man.
Apakah penggunaan kedua kata itu masih
mungkin dapat dipertukarkan? Atau misalkan dalam kalimat “Bachelor is less than ten letters,” menggantinya menjadi “Unmarried man is less than ten letters”
nampak keduanya justru tidak sesuai dan bahkan
ketidaksesuaian itu makin mengubah nilai kebenarannya. Namun, problem ini dapat
segera diatasi semata dengan menganggap kata-kata seperti bachelor of art sebagai kata utuh yang berdiri sendiri sehingga
kata bachelor sebagai bagian dalam
kata itu tidak dapat disamakan dengan bachelor
yang merupakan kata utuh dan berdiri sendiri.[2]
Analisis selanjutnya menekankan
bagaimana Quine sendiri nampak tidak berminat dengan permainan dan gaya
pembahasan kata seperti itu, tetapi ia lebih terpesona dengan yang disebutnya
sebagai sinonim kognitif. Quine menjelaskan bahwa dua kata dapat disebut
bersinonim kognitif apabila ketika dimasukkan ke dalam bentuk “Semua dan
hanya X adalah Y” dapat menjadi pernyataan analitik. Quine lebih dalam
melihat bahwa dengan mengatakan bujangan dan orang yang tidak menikah adalah
sinonim kognitif. Dalam
hal ini juga berarti mengatakan bahwa pernyataan “semua dan
hanya bujangan adalah orang yang tidak menikah” oleh Quine adalah sebuah pernyataan
analitik. Tetapi, hal ini menunjukkan bahwa untuk memahami sinonim kognitif semestinya
sudah harus terang terlebih dahulu tentang analitisitas, padahal usaha Quine
adalah sebaliknya.[3]
Tawaran dalam Analitisitas Quine
Menyikapi persoalan memahami sinonim
dalam kedua kata itu nampaknya akan memperjelas bagaimana Quine mencoba
melihatnya dengan alternatif lain guna menjelaskan sinonim kognitif dengan
kemampuan dipertukarkan (interchangeability)
tersebut. Di sinilah Quine lebih mencari jawaban tentang apakah kemampuan
dipertukarkan itu menjadi syarat yang mendasar bagi dua kata yan dapat disebut sebagai
sinonimi kognitif sehingga tidak perlu lagi mengandaikan analitisitasnya.
Nampaknya Quine memberi keterangan
dalam jawabannya melalui dan menempatkan kata necessarily di depan kalimat. Misalkan saja contoh kalimatnya
demikian: “Necessarily, all and only
bachelors are bachelors.” Kalimat
tersebut benar secara mutlak karena mengandung kebenaran logis. Kemudian, andai
kata bachelor dan unmarried man itu dapat dipertukarkan,
maka kalimat “Necessarily, all and only
bachelors are unmarried men” itu juga benar. Tetapi, perlu digali lebih dalam bahwa
apabila menyebut kalimat yang belakangan ini benar, hal itu mengimplikasikan
bahwa pernyataan “All and only bachelors
are unmarried men” itu menjadi pernyataan analitik.
Sebab, kata “necessarily” hanya dapat memberikan kebenaran mutlak jika
diikuti oleh pernyataan analitik. Kata necessarily
sendiri justru membawa klaim bahwa suatu pernyataan secara logis benar,
sehingga pernyataan yang dimaksud mutlak adalah sebuah analitik. Kembali lagi, Quine menemui masalah yang sama, justru analitisitas perlu diandaikan
terlebih dahulu untuk menjelaskan sinonim kognitif ketimbang menggunakan
penjelasan tentang sinonim kognitif untuk menyelidiki analitisitasnya.
Kelanjutan analisis tentang kriteria pertukaran sinonim
ini memerlukan cakupan extensional bahasa (extensional
language)[4]
yang mampu mempertimbangkan valid dan tidaknya tawaran yang Quine sampaikan. Hal ini justru menekankan jaminan logis dari
jenis sinonim kognitif yang ingin ditunjukkan analitisitasnya. Implikasi necessarily yang diajukan Quine masih
akan dipertanyakan lagi guna memiliki kriteria yang cukup untuk menampilkan
sinonim kognitif yang sudah dipahami dalam analitik Quine sendiri.
Usaha untuk mengakui penjelasan sinonim kognitif Quine,
tentunya terlebih dahulu mengakui kebenaran pernyataan analitik yang
diuraikannya dan menjadi sebuah putusan logis dan benar. Sebagaimana Quine
sendiri menjelaskan bahwa necessarily telah
mengandaikan analitisitas dan nampakya hal itu akan memadai dengan memposisikan
necessarily itu di depan
kalimatnya.
Quine lebih jauh menjelaskan bahwa untuk sampai pada
pernyataan yang mampu menjangkau pada keputusan dalam sinonim kognitif antara “bachelor” dan “unmarried man,” tentunya menggunakan istilah tunggal yang dapat
diakomodasi dengan cara yang identik secara kognitif dapat dibentuk dari
syarat-syaratnya. Oleh karena itu, apabila hendak menggabungkan semua kategori
dan diformulasi dalam sebuah kalimat, maka hal itu justru mengorbankan asumsi
gagasan “kata” untuk menjelaskan sinonim kognitif dan menjadi sebuah putusan
analitik.
Quine memperlihatkan bahwa agar dapat memperjelaskan dua
bentuk linguistik sebagai sebuah sinonim kognitif yang terkandung dalam salva (dan diasumsikan bukan sebagai varitate) melainkan analyticitate yang justru dapat
dipertukarkan.[5]
Dalam pertanyaan teknis yang digunakan itu tentu terdapat
kasus-kasus ambiguitas atau homonimi. Maka dari itu, janganlah kita hanya
berhenti pada taraf tersebut yang dapat melenceng melainkan kita saling
berpaling pada masalah-masalah sinonimi dan mengatasi diri kita sendiri dengan
analitisitas.
Sumber:
Quine, Willard V. “Two Dogmas of Empiricism.” Dalam A. P. Martinich (ed). The Philosophy of Languange. New York:
Oxford University Press. 1996.
[1] Willard V. Quine, “Two Dogmas of Empiricism.” Dalam A. P. Martinich (ed). The Philosophy of Languange. New York:
Oxford University Press. 1996, 43.
[2] Willard V. Quine, “Two Dogmas of Empiricism,” 43.
[3] Willard V. Quine, “Two Dogmas of Empiricism,” 43.
[4] Willard V. Quine, “Two Dogmas of Empiricism,” 44.
[5] Willard V. Quine, “Two Dogmas of Empiricism,” 45.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar